Translate

Selasa, 21 Juni 2011

Masalah Tenaga Kerja Indonesia sampai kapan sebuah kesabaran yang berlebihan tanpa solusi ?

Apapun dan siapapun keputusan sebuah pengadilan untuk memvonis yang bersalah tidak boleh diputuskan secara sepihak, apalagi menyangkut warga negara asing , semuanya perlu dibicarakan , dikomunikasikan , didiplomasikan , jangan sampai eksekusi hukuman telah dilaksanakan baru memberitahukan kabarnya , Ironis memang !!!!!..kalau memang itu yang terjadi. Tetapi semua ini adalah salah satu statement versi menurut pihak  - pihak yang terkait langsung dalam hal ini , Benar atau tidaknya semuanya masih buram. Ruyati salah satu tenaga kerja indonesia yang telah wafat di saudi arabia dan menerima hukuman pancung  sebuah potret kemanusiaan yang memilukan dan memperihatinkan. Ketika semua dipertanyakan siapa yang bertanggung jawab ? seolah olah semuanya diam , cuci tangan dan tidak mau disalahkan. Ironisnya jika yang terjadi : yah sudahlah kasih saja ganti rugi dan pesangon sebagai gantinya ..semuanya juga selesai kok ?..sebuah statemen yang dangkal, menyederhanakan masalah, tidak tahu akar permasalalahannya, dan mengambil gampangnya saja. Pada setiap tahun selalu saja permasalahn TKI menjadi momok dan sulit diurai benang kusutnya. Permasalahn TKI menyangkut nasib dan nyawa seseorang dinegeri orang lain, berangkat masih sehat dan hidup, pulang menjadi cacat dan tak bernyawa, begitulah sekilas bisa digambarkan. Kondisi ini diperburuk menyangkut nasib masyarakat yang nota bene golongan menengah kebawah, jika dilihat dari tingkat ekonomi dan pendapatan tidak mampu bersaing menjadi tuan rumah dalam bursa kerja didalam negeri karena rendahnya tingkat pendidikan, ketrampilan , dan modal yang dimiliki . Maka para TKI mengadu nasib ke negeri orang, dengan segala macam tantangan walaupun resikonya menyangkut keselamatan nyawa mereka tetapi para TKI masih tetap memiliki nyali untuk tetap bekerja disana. Jika ini yang terjadi sebaiknya pemerintah mendata kembali kantong kantong konsentarasi terserapnya TKI di beberapa daerah , dibuat pemetaan lalu menggarap planing ekonomi untuk memberdayakan calon TKI dikantong kantong tersebut agar padat kerja dan padat karya untuk skill mereka dan mampu berwirausaha. Ini adalah persoalan bangsa yng membutuhkan solusi bersama .Semakin dibiarkan pusat konsentrasi kantong kantong yang menjadi sumber TKI tidak ditangani pemerintah, apapun kebijakan moratorium untuk menunda dan menghentikan TKI keluar negeri, selama masalah dan sumber pokok belum teratasi, maka tidak akan pernah berhenti permasalhan TKI diluar negeri. Semoga ini menjadi bahan renungan untuk bapak menteri tenaga kerja dan pemerintah serta kepedulian bangsa indonesia untuk para TKI yang berada diluar negeri.

Kamis, 02 Juni 2011

Sampai kapan Indonesia harus belajar terus untuk berdemokrasi hingga dewasa berdemokrasi ?

Dari pertanyaan : sampai kapan indonesia harus terus belajar berdemokrasi hingga mencapai kedewasaan demokrasi ? jawaban ini tentu tidak mudah untuk dijawab, karena pembelajaran demokrasi suatu bangsa memiliki latarbelakang sendiri sendiri, disamping sejarah, permasalahan bangsa  yang khas  juga menyangkut culture bangsa yang tidak sama antar satu dengan yang lain. Sehingga pencapaian demokrasipun akan berbeda - beda antara satu bangsa dengan bangsa yang lainnya. Akan tetapi mestinya dalam pergerakan bangsa yang akan menuju kedewasaan berdemokrasi memiliki progres report terhadap apa yang telah dicapai dalam tahapan demi tahapan. Dari tahapan yang telah dicapai dan belum dicapai menjadi tolak ukur target waktu  dan tantangan untuk sesegera mungkin menyikapi agar pergerakan ke arah demokrasi yang dewasa akan segera terwujud. Belajar cara berdemokrasi dari bangsa yang telah maju tentu semuanya tidak bisa menjadi model demokrasi sepenuhnya yang bisa diadopsi dan diterapkan oleh bangsa indonesia. Akan tetapi paling tidak menerapkan pola demokrasi yang penuh etika , santun, meminimalisir pola demokrasi yang penuh gejolak konflik yang mengarah ke konflik frontal, menghindari praktek saling menjatuhkan , praktek - praktek anarki, diskriminasi menjadi salah satu indikator bahwa bangsa ini sudah menjadi dewasa atau belum dewasa . Lihatlah Indonesia dalam beberapa dekade suksesi kepemimpinan sejak jaman Presiden Soekarno hingga Presiden saat ini : praktek praktek demokrasi yang dewasa masih jauh dari harapan. Praktek paraktek yang mengarah konflik frontal, saling menjatuhkan, memicu pada ketidakkestabilan politik dan keamanan nasional, yang pada akhirnya tidak menguntungkan pada arah pembangunan bangsa indonesia dan kedewasaaan demokrasi. Bangsa indonesia menjadi suatu bangsa yang penuh gejolak politik dan tidakstabil dalam keamanan yang sebenarnya menjadi harapan rakyat indonesia. Perbedaan pendapat dalam negara demokrasi pasti selalu ada, tetapikan tidak harus semuanya bermuara pada praktek praktek konflik frontal, apalagi praktek politik yang kotor, semuanya mencederai kedewasaan berdemokrasi. Dengan kondisi ketidakdewasaan berdemokrasi yang terjadi saat ini sangat memungkinkan bahwa pembangunan secara ekonomi dan demokrasi yang mengarah pada kemajuan , kemakmuran ekonomi bagi rakyat dan demokrasi yang dewasa akan terhambat dan semakin jauh dari harapan. Tidak banyak investor asing yang berminat untuk menanamkan modalnya dinegara indonesia karena kondisi indonesia yang rawan konflik, tidak stabil dalam keamanan dan politik, dan tidak memiliki pendewasaan demokrasi.situasi ini tentu sangat merugikan kedepan bagi bangsa indonesia. Hal yang patut kita contoh dari negara terdekat kita di Asia sperti Jepang, Malaysia, Filipina dan beberapa negara ASEAN lainnya mereka relatif cukup tenang , aman dan nyaman dalam melaksanakan suksesi kepemimpina dan cara berdemokrasi. Sehingga sangat wajar kalau pada akhirnya kemajuan negara- negara tersebut lambat laun akan menjadi leader kedepan khususnya dikawasan Asia, sementara Indonesia semakin terpuruk dan terkejar oleh meraka. Apakah semua ini menjadi penyadaran kita semua sebagai berbangsa ? Apakah semua ini menjadi kepedulian dan penyadaran bagi pemimpin pemimpin bangsa Indonesia , para elite politik dan pejabat pejabat negara ? marilah kita mulai dengan niat hati yang baik, jujur , jangan terus menyalahkan dan menjatuhkan,berkonflik yang tak ada habis habisnya , berfikir bersama untuk kemajuan bangsa, Ingat bangsa kita jangan sampai tertinggal dan terpuruk dibandingkan dengan negara lain Khususnya dikawasan Asia.

Kamis, 19 Mei 2011

Masyarakat membutuhkan informasi yang benar , baik , tepat, adil dan berimbang meminimalisir tingkat resiko gejolak sosial masyarakat

Masyarakat sekarang seolah dibanjiri luapan informasi yang tidak terbendung dalam kebebasan pers , setelah pintu kran demokrasi dibuka lebar lebar. Tantangan yang terjadi dalam masyarakat adalah : masyarakat dituntut selektif, kritis dalam menerima informasi. Tidak menelan mentah -mentah informasi yang diterima, karena informasi yang diterima masyarakat harus dicerna , diolah kembali dengan baik dan benar, ditempatkan pada posisi obyektif dan pada proporsinya. Karena informasi yang dikomunikasikan  dalam menyampaikan pesan tertentu mempengaruhi pembentukan opini publik. Sumber pesan yang disampaikan memiliki dua implikasi sama dengan sumber pesan asal atau tidak sama dengan sumber pesan asal karena terjadi bias informasi pesan dalam perjalanan ketika diterima .Hasil pesan/ informasi yang diterima masyarakat sama atau berbeda bisa dilakukan dengan proses umpan balik. Jika pesan asal sama dengan pesan yang diterima maka informasi berjalan dengan normal dan baik. Tetapi jika pesan asal tidak sama dengan pesan yang diterima ada dugaan proses selama pesan berjalan dan obyek penerima pesan mengalami gangguan atau bias.Sementara kita masih berkutat serius pada permasalahan penyampaian pesan informasi dan penerimaan pesan informasi dengan baik dan benar, ternyata masih ada istilah pesan terselubung yang ikut serta dalam perjalanan proses penyampaian pesan.Pesan terselubung biasanya terkait dengan kepentingan kepentingan tertentu, terutama kepentingan yang masih menjadi issue up to date maupun prediksi issue up to date kedepan. Kemampuan kemampuan dalam mengolah informasi dan memahami informasi inilah sayangnya tidak semua masyarakat bisa memiliki , sehingga tidak memiliki kemampuan selektif untuk memfilter dan kritis dalam menyikapi setiap kejadian dan peristiwa yang ada dan disampaikan oleh media.Jika demikian maka memang kondisi masyarakat diandaikan heterogen dalam memiliki ketrampilan dalam menerima setiap informasi yang disampaikan oleh media pers. Tidak menutup kemungkinan karena adanya perbedaan penerimaan persepsi karena disebabkan faktor tertentu inilah diduga kuat juga menyumbangkan dan menyulut konflik dalam masyarakat, keresahan dan gejolak sosial masyarakat dari tingkat tindakan yang tidak anarki samapai tindakan anarki. Dengan menyadari hal ini maka yang dibutuhkan oleh pengelola media  adalah melakukan penyadaran dalam mempertimbangkan kalkulasi manajemen resiko informasi media dampaknya pada masyarakat ( audiance ) . Sebut saja jika terjadi kesalahan isian dalam pemberitaan baik menyangkut isi pemberitaan yang tidak benar dan up to date yang dilakukan oleh pelaku media maupun narasumber , sebagai contoh pemberitaan bencana alam yang salah tentang prediksi gempa yang akan terjadi dan dilakukan oleh media televisi , radio dan cetak, tidak hanya itu saja bisa jadi pemberitaan seputer ekonomi, sosial, politik. Resiko resiko yang diakibatkan pemberitaan yang tidak pas atau bahkan ekstrimnya salah dan fatal memiliki resiko serius yang memiliki andil pencetus dalam konflik dan gejolak sosial dimasyarakat. Mudah mudahan dengan sedikit refleksi  ini kita bersama : masyarakat, pemerintah juga pelaku media pada khususnya semakin berfikir kedepan tentang dampak resiko informasi terhadap gejolak sosial masyarakat dan menjadi semakin bijak, adil dan benar  dalam menyikapi. semoga.

Rabu, 16 Maret 2011

Ayolah kembali berperan sesuai dengan peran kita yang sebenarnya

Setia pada comitment dan panggilan nurani hidup untuk berperan memberikan kontribusi terbaik kedepan bagi kemajuan bangsa yang memiliki visi dan misi menegakkan kebenaran, keadilan, kesejahteraan dan kebahagian bagi bangsa tidaklah mudah. Pada saat kita sudah berperan sesuai dengan proporsi dan peran kita yang benar dan sesungguhnya,  masyarakat sudah menilai kita sejauh mana kita berkiprah dan memiliki comitment pada bidang kehidupan yang kita lakukan. Catatan peran kita dimasyarakat sungguh sungguh selalu dicermati dan diperhatikan sengan seksama, tidak jarang kita memang tetap setia comitment tetapi sering kita juga menyimpang dari comitment kita. Apakah dampaknya ketika kita menyimpang dari comitment kita ? masyarakat menjadi tidak percaya denga apa yang kita lakukan, kepercayaan masyarakat pada kita juga semakin menurun. Apalagi kalau kita berperan dalam skala Nasional, peran kita diuji sungguh. Banyak Tokoh masyarakat, public figur, yang sebenarnya sudah berperan tepat pada jalur yang benar, tetapi ketika perannya bersentuhan dengan ambisi, kekuasaan dan politik maka ia tidak lagi bisa dipegang comitmentnya. Bukankah politik, kekuasaan, ambisi memberi contribusi pada pudarnya comitment peran seseorang ? dalam politik, kekuasaan, ambisi tidak ada lagi hatu nurani, kejujuran, tetapi sering banyak terjadi tidak transparan dalam diri tokoh dan lebih ekstrimnya sering terjadi kebohongan public. Sayang sekali mengapa semua ini harus terjadi, itulah yang dialami beberapa "tokoh public figur " yang sebelumnya telah terjun dalam kehidupan masyarakat membawa bendera perjuangan keadilan , kebenaran, kejujuran tetapi menjadi tidak jelas setelah terjun diarena politik yang sarat dengan ambisi, kekuasaan dan kebohongan kebohongan yang tidak jarang membodohi rakyat. Melihat peristiwa tragedi  ditanah air satu hari lalu terhitung hari ini terkait dengan teror bom, menunjukkan bahwa perubahan peran seseorang dalam masyarakat memiliki dampak serius terhadap ancaman secara fisik dan ancaman serius terhadap ketidakpercayaan pada figur yang dikenal sebagai  "public figur ", apakah semua ini disadarai atau tidak tergantung dari kemampuan orang yang melakukan peran tersebut refleksi diri dan evaluasi diri terhadap perubahan peran yang sudah dilakukan. Singkat kata : mungkin Tuhan sudah menggariskan kita untuk berperan tertentu sesuai dengan talenta atau bakat kita yang bisa memberikan  bagi masyarakat agar bisa bermanfaat , tetapi sering kita tidak puas dengan peran kita dan mencoba berperan lain yang berakibat tidak melakukan fungsinya secara maksimal bahkan kridibilitas kita rusak dimata masyarakat, semuanya hanya karena peran kita bergeser karena masuk di area politik, kekuasaan dan ambisi. Ayolah kita kembali keperan kita semula yang sesungguhnya jangan pernah kembali atau berubah berperan lain yang tidak menunjukkan kepribadian kita dan tidak memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat banyak.

Selasa, 15 Maret 2011

Bermain pengalihan issue terkena permainan issue, senjata makan tuan kah ?

Ada pepatah siapa yang menabur maka dia akan menuai, sepertinya istilah pepatah ini mendekati kenyataan akhir dari sebuah permainan pengalihan issue yang dalam beberapa bulan ini telah dihembuskan dan akhirnya menuai badai. Apapun kebenaran tetap kebenaran, keadilan tetap keadilan jangan mencoba untuk menutupi dengan berbagai macam cara karena sepertinya kebenaran dan keadilan akan tetap berbicara sesuai adanya. Kalau kita bermain main dengan api maka kita akan tersulut api dan terbakar. Lihatlah sekarang yang terjadi permainan pengalihan issue berhadapan dengan permainan tingkat tinggi internasional yang tingkatannya lebih canggih dan hebat, dan pada akhirnya membuat kebakaran jenggot  sang aktor yang bermain pengalihan issue, sangat jelas terbaca bahwa kemana- mana membuat cara mekanisme pertahanan diri yang tidak perlu !!!...Kalau kita memang tidak bersalah kenapa musti kebakaran jenggot dan membuat pernyataan kesana kemari menyangkal diri, lalu sebenarnya ada apa dengan perilaku panik menyakal diri kesana kemari dan membuat mekanisme pertahanan diri ? Pada akhirnya masyarakat menilai jangan - janagn benar atau jangan janagn salah ? Kalau kita tidak bersalah :  issue dan berita yang tidak benarpun akan hilang sendiri karena tidak sesuai dengan kenyataan.Marilah kita belajar untuk mengatakan jujur, benar , tepat, adil  dan bijak agar kita tetap dipercaya rakyat dan memiliki legitimasi kuat dimata rakyat. Semoga....

Kamis, 24 Februari 2011

Apakah masyarakat kita masih efektif dan efisien dengan metode pengalihan isu ?

Sebuah fenomena menarik dinegeri yang bernamakan Indonesia, dalam dinamika pergerakan sosial dan politik yang mengemukakan tentang ketidak adilan , masalah korupsi, ketidaksejahteraan, masalah nasib rakyat dan masih banyak lainnya, tiba - tiba muncul isu baru dan banyak   yang seolah olah menghilangkan masalah pokok  atau  menjadi skala prioritas. Pertanyaanya adalah dalam dinamika masyarakat yang semakin pintar dan kritis membaca situasi gejolak sosial, budaya , ekonomi, politik , metode pegalihan isu tetap menjadi sarana yang efektif dan efisienkah ? apakah ini artinya tidak tanggap terhadap perubahan dinamika masyarakat yang semakin maju , modern , kritis dan pintar ? sebuah kesadaran yang terlambat dan tidak bisa membaca dinamika perubahan masyarakat. Apapun itu isu yang dihembuskan kemasyarakat  yang sudah semakin cerdas, pintar dan dewasa untuk memilah milah secara benar, tepat, cermat, baik dan bijak. Jangan pernah berfikir bahwa strata posisi seseorang dalam sistem kekuasaan lebih pintar daripada masyarakat biasa yang tidak memiliki jabatan dan kekuasaan. Malah masyarakat melihat di media badut badut dengan kekonyolan dan kepongahan bermain sandiwara dilingkaran kekuasaan dll. Banyak diantara mereka tidak sadar bahwa apa yang dilakukan  seolah - olah tidak terbaca dan diketahui masyarakat umum, sampai kapankah akan tetap terus bermain sandiwara dan menabur banyak isu ? kita akan lihat bersama bagaimana Ending dari sebuah drama dan sandiwara yang sarat dengan kepura -puraan dan menebar pengalihan isu untuk menghindari kebenaran dan keadilan yang diharapkan rakyat Indonesia .